Senin, 20 September 2010

Makam Cut Nyak Dien




Makam bersejarah Melayu biasanya berada di tanah Melayu sendiri. Makam Cut Nyak Dien yang merupakan tokoh perjuangan masyarakat Aceh (Melayu) justru terletak di tanah Jawa, persisnya di Kota Sumedang, Jawa Barat, Indonesia. Di kota inilah, makam Cut Nyak Dien berada meski sebenarnya ia merupakan keturunan Aceh. Mengapa makan Cut Nyak Dien tidak di Aceh, tapi berada di Jawa Barat? Hal itu terjadi karena Cut Nyak Dien menghabiskan hari-hari terakhir dalam hidupnya dan wafat di kota ini, yaitu pada masa pembuangan oleh kolonial Belanda. Sehingga, tidak aneh jika kemudian ia dimakamkan di kota yang bukan kampung kelahirannya sendiri.

Sejarah hidup Cut Nyak Dien tidak terlepas dari semangat perjuangan dirinya dalam menghadapi kolonialisme Belanda di Indonesia. Ia memulai perjuangannya sejak masih berada di Aceh. Ia merupakan istri dari pahlawan nasional Teuku Umar. Cut Nyak Dien pernah berjuang bersama suaminya melawan penjajah. Setelah suaminya wafat akibat dibunuh oleh kolonial Belanda, ia kemudian berjuang sendiri bersama pasukannya melawan kolonialisme. Pada tanggal 6 November 1905, ia akhirnya ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda dan disiksa secara kejam sehingga kedua matanya menjadi buta. Pada tahun ini juga ia dibuang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Kota Sumedang.

Cut Nyak Dien kemudian tinggal bersama keluarga Kiai Haji Ilyas dan Hajjah Solehah. Atas saran dari Bupati Sumedang pada saat itu yang bernama Suria Adireja, Cut Nyak Dien dititipkan di salah satu rumah milik keluarga tersebut. Untuk menyelamatkan diri dari kejaran Belanda, Cut Nyak Dien mengganti namanya menjadi Nyi Prabu dan mengabdikan hidupnya dengan mengajarkan kitab-kitab klasik berbahasa Arab kepada masyarakat setempat. Itulah mengapa masyarakat Sumedang lebih mengenal nama Cut Nyak Dien dengan sebutan Ibu Prabu dari Seberang, yang artinya adalah seorang ulama perempuan yang masih rajin dan tekun mengaji meski penglihatan fisiknya sudah tidak lengkap lagi. Oleh karena kondisi fisik dan kesehatannya yang semakin menurun, maka tiga tahun kemudian (6 November 1908) Cut Nyak Dien menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam usia 58 tahun di rumah milik Nyi Solehah, Kota Sumedang.

Rumah yang menjadi kediaman serta wafatnya Cut Nyak Dien berada persis di belakang Masjid Agung Sumedang yang hingga kini bangunannya masih ada. Rumah tersebut tepatnya berada di Kampung Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan. Tanah yang digunakan sebagai makam Cut Nyak Dien merupakan wakaf dari salah seorang santrinya bernama H. Husna.

Setelah Cut Nyak Dien wafat pada tahun 1908, makamnya diurus oleh Ian, yang merupakan murid ngaji-nya. Setelah Ian wafat, tugas mengurus makam tersebut dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Encin. Pada tahun 1959, Jaja Sunarya diketahui sebagai pelanjut tugas Encin tersebut. Atas pengabdian Jaja, Prof Dr. Ali Hasjmi, seorang sejahrawan, pernah memberi penghargaan kepadanya. Sekarang ini yang menjadi juru kunci makam Cut Nyak Dien adalah Nana Sukmana (58).

Awal mulanya makam Cut Nyak Dien hanya terlihat sederhana karena letaknya berada di dalam makam keluarga, yaitu di Astana Gunung Puyuh. Sehingga, masyarakat umum tidak mengetahui bahwa makan tersebut merupakan makam seorang pahlawan yang sangat penting. Pada tahun 1959, identitas makam Cut Nyak Dien baru dapat diketahui setelah adanya prakarsa dari Gubernur Aceh yang memerintahkan pencarian makam tersebut. Pada tahun 1987, yaitu ketika Gubernur Aceh dijabat oleh Prof. Dr. Ibrahim Hasan, kompleks makam Cut Nyak Dien direnovasi.

Makam Cut Nyak Dien jarang sekali ditaburi dengan bunga-bunga. Namun, menurut pengakuan Nana Sukmana, makam tersebut justru sesekali tercium bau harum. Sejumlah warga yang pernah mengunjungi makam tersebut juga mengakui hal yang sama. Cut Nyak Dien merupakan sosok ulama, pejuang, dan tokoh masyarakat yang banyak berjasa terhadap sejarah bangsa Indonesia sehingga makamnya pun masih terasa harum seharum nama dan perjuangannya.
Sempat ada kabar bahwa masyarakat Aceh pernah mendesak pemerintah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) untuk memindahkan makam Cut Nyak Dien di Kota Sumedang ke tanah kelahirannya sendiri di Aceh. Sedianya akan disandingkan dengan makam suaminya, Teuku Umar. Alasan pemindahan tersebut lebih didasarkan pada kemudahan masyarakat Aceh sendiri untuk menziarahi makam Cut Nyak Dien. Sejumlah masyarakat Sumedang, termasuk Nana Sukmana dan keluarga besar para mantan murid Cut Nyak Dien di Sumedang, menolak rencana tersebut. Keluhan masyarakat Sumedang ternyata sejalan dengan pemikiran petinggi dalam pemerintahan NAD. Hingga kini, makam tersebut masih berada di Kota Sumedang.

2. Lokasi

Makam Cut Nyak Dien terletak di kompleks pemakaman keluarga milik Siti Khodijah, yang berjarak beberapa ratus meter arah selatan Kota Sumedang, Jawa Barat. Lokasi makam Cut Nyak Dien tepat bersebelahan dengan kompleks pemakaman keluarga Pangeran Sumedang di Kampung Gunung Puyuh, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan.

3. Deskripsi Makam

a. Luas

Luas keseluruhan kompleks makam Cut Nyak Dien adalah 1.500 meter persegi, sedangkan luas makamnya saja adalah 4,25 x 3,75 meter.

b. Ornamen Nisan

Pada batu nisan makam terdapat sekelumit riwayat Cut Nyak Dien, tulisan Arab, Surat At-Taubah dan Al-Fajar, serta hikayat cerita Aceh.

4. Fungsi Sosial

Hingga kini, makam Cut Nyak Dien banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, termasuk masyarakat dari Aceh. Bahkan, hampir semua pejabat pemerintahan di Aceh pernah berkunjung ke makam tersebut. Komunitas masyarakat Aceh di Bandung (Kamaba) selalu menggelar acara tahunan dengan berkunjung ke makam Cut Nyak Dien, yaitu setelah hari pertama lebaran Idhul Fitri. Warga Aceh dari Jakarta juga rutin mengadakan acara Haul pada setiap bulan November. Sedangkan pengunjung dari masyarakat secara umum biasanya lebih banyak dilakukan pada hari Minggu atau pada hari libur nasional.

Para tamu yang datang ke makam Cut Nyak Dien tidak hanya berupa acara takziah semata. Banyak juga pengunjung yang secara antusias ingin mengetahui sejarah hidup dan perjuangan Cut Nyak Dien kala masih hidup. Oleh karena ia juga merupakan sosok ulama perempuan yang dihormati, kadang ada sejumlah rombongan pengajian yang berziarah ke makam tersebut. Namun, tujuan-tujuan mistis yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dilarang dipraktekkan di makam yang bersejarah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar